Komponen Biaya dan Pendapatan |
Sebelum Prima Tani (Tanpa Pendekatan PTT) (Rp) |
Setelah Prima Tani (Pendekatan PTT) (Rp) |
A. Biaya |
||
1. Saprodi |
||
- Benih |
179.000 |
196.200 |
- Urea |
137.500 |
189.500 |
- SP-36 |
99.830 |
182.400 |
- KCl |
91.200 |
116.500 |
- Pupuk Kandang |
- |
77.300 |
- Pestisida/herbisida |
89.200 |
129.800 |
2. Tenaga Kerja |
||
- Persiapan lahan |
190.000 |
197.700 |
- Pengolahan tanah |
600.000 |
600.000 |
- Cabut bibit |
150.000 |
150.000 |
- Penanaman |
450.000 |
450.000 |
- Pemupukan |
120.000 |
108.400 |
- Penyiangan |
150.000 |
160.100 |
- Penyemprotan |
90.000 |
85.800 |
- Panen dan merontok |
636.470 |
759.700 |
- Jemur |
80.000 |
99.800 |
- Lainnya |
159.000 |
179.300 |
Total Biaya |
3.222.200 |
3.682.500 |
B. Pendapatan |
||
|
2.030 |
3.660 |
|
1.800 |
1.800 |
|
3.654.000 |
6.588.000 |
C. Keuntungan (Rp) |
431.800 |
2.905.500 |
D. R/C Rasio |
1,13 |
1.79 |
E. MBCR |
6.37 |
Tabel di atas menunjukan bahwa hampir pada semua komponen biaya dan komponen penerimaan terjadi perbedaan antara sebelum dan setelah menerapkan pendekatan PTT. Biaya yang tidak mengalami perubahan adalah pengolahan tanah, tanam, dan cabut bibit. Hal tersebut disebabkan tidak adanya perubahan jasa sewa traktor sebelum dan setelah penerapan PTT.
Biaya yang mengalami peningkatan perubahan adalah biaya bahan yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan herbisida. Sebelum penerapan pendekatan PTT, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.596.730,- sedangkan setelah penerapan pendekatan PTT naik menjadi Rp. 891.700,- atau terjadi kenaikan sebesar 0,49 %. Hal ini disebabkan oleh harga benih unggul lebih mahal, volume pupuk yang diaplikasikan setelah penerapan PTT lebih besar (sesuai dengan kebutuhan analisis tanah), dan penggunaan pestisida dan herbisida yang lebih besar pula, sehingga akan berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan persiapan lahan, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, panen, merontok, penjemuran dan biaya lainnya, setelah menerapkan pendekatan PTT mengalami kenaikan pula sebesar Rp.460.300.- Hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas padi setelah menerapkan pendekatan PTT, sehingga memerlukan tambahan curahan tenaga kerja, terutama pada kegiatan panen dan merontok.
Meningkatnya produktivitas padi petani setelah menerapkan pendekatan PTT diikuti oleh peningkatan keuntungan finansial. Sebelum melakukan pendekatan PTT, produktivitasnya hanya 2,03 t/ha/MT, namun setelah menerapkan pendekatan PTT produktivitasnya meningkat menjadi 3,66 t/ha/MT, atau terjadi peningkatan hasil sebesar 80.30%. Keuntungan finansial petani sebelum menerapkan pendekatan PTT sebesar Rp. 431.800/ha/MT dan setelah setelah menerapkan pendekatan PTT meningkat menjadi Rp. 2.905.500/ha/MT dengan harga GKP Rp. 1.800,-.
Begitu pula jika dilihat dari kelayakan usahanya, terjadi peningkatan nilai R/C rasio dari sebesar 1,13 menjadi 1,79. Secara keseluruhan, dengan analisis MBCR diketahui bahwa perubahan teknologi yang diintroduksikan layak secara ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai MBCR > 1 yaitu sebesar 6,37 yang berarti tambahan biaya untuk penerapan teknologi sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp. 6.370.
Implementasi model PTT di tingkat petani yang dilaksanakan sesuai anjuran selain dapat meningkatkan hasil GKP juga dapat meningkatkan efisiensi input produksi seperti penggunaan benih dan pupuk masing-masing 35-40% dan 30-66%, sehingga dapat meningkatkan keuntugan sebesar Rp.2,7 juta/ha dibanding dengan petani yang tidak menerapkan PTT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar